Jumat, 16 Desember 2011

Pertemuan Terakhir . . .

Malam terus begulir, meninggalkan keramaian kota dan meninggalkan kesunyian. Hening, tanpa suara, dan hanya hembusan angin yang terasa. Aku masih duduk dimeja belajardan di depan lap top, bertemankan musik yang lembut dan sambil mengedit beberapa foto kenangan aku dengan dia.
Sesekali, aku berhenti dan menghela nafas. Dan aku menghabiskan segelas teh hangat. Pikiran ku mulai melayang entah kemana. Melihat, kenangan demi kenangan ku bersama dia. Sekarang, dia ada dimana, sedang apa, apakah baik-baik saja? Aku benar-benar memikirkannya dalam lamunanku.
Tepat jam 2 pagi, aku pun selesai mengedit foto-foto itu. Lalu, aku shut down lap top ku, dan aku beranjak ke tempat tidur dan beristirahat sejenak, hingga pagi menjelang.
" Dertt, derrtt, derttt...
Suara sms HP ku bergetar sekitar jam 4 pagi. Dan aku tersadar akan itu, cepat aku ambil HP ku. Lalu ku baca sms itu.
“Asslm, benarkah ini Rieha. Saya Ibunya Ammi, saya harap kamu bisa datang ke Rumah Sakit Ibu dan Anak, Bandung. Ini penting" Mataku terbelalak membaca isi SMS tersebut. SMS itu datangnya dari Ibunda sahabatku yang telah lama, aku tidak mendengar kabarnya. Ada perasaan yang tidak enak, dan sedikit gelisah. Sejak malam, aku memikirkannya, dan hanya bisa melihat foto-foto kenangan kami saja. Segera aku menelpon ke nomor tersebut, namun tidak diangkat-angkat. Aku benar-benar kacau dan bertanya-tanya ada apa.
Hati ku benar-benar takut, kalut, dan sedih, akhirnya aku mengambil air wudhu. Sambil menanti datangnya waktu shubuh, kubuka Al’Qur’an. Lalu, perlahan aku membacanya. Ada ketenangan dalam diriku. Hingga fajar menyapa, setelah selesai shalat subuh, akhirnya aku bisa memejamkan mata, sampai jam tujuh pagi.
Tok, tok, tok tok tok …..
“Rieha,….! Apa kau sudah bangun!? Kau kuliah kan hari ini.” Ucap mamah ku. Seketika aku terbangun dengan melonjak kaget. Mataku terasa perih, kepala pening dan berkunang-kunang.
“Iya mah, aku sudah bangun kok.” jawabku, sambil membuka pintu.
“Matamu kenapa? Kok, matamu jadi sipit gitu, kamu gak tidur?” tanya mamah .
"Nggak apa-apa kok. Ya sudah, aku mau mandi dulu yah." Jawabku
Selesai mandi dan bersiap-siap untuk berangkat, aku menelpon nomor yang semalam tadi. Namun sayang, “Telpon yang anda tuju, sementara ini berada di luar jangkauan,” . Ya allah, semoga saja bukan hal buruk dan semua baik-baik saja. Doaku dalam hati. Sore hari, ketika si mamah melihat ku terdiam diruang tamu, beliau menanyakan kembali apa yang telah terjadi padaku. Aku terdiam dan tak bisa menjawab, karena aku sudah berusaha menelpon dan meng SMS, namun tak ada jawaban dari sana. Kegelisahan memuncak kala mata kiri bawahku selalu berkedut-kedut dan seakan ingin menangis. Mengapa aku gelisah begini. Aku takut kalau Ammi sahabatku sakit parah. Mana mereka tak bisa ditelpon. Tolong tenangkan hatiku ya Allah. Aku pun menangis sambil memeluk mamahku.
Malam pun tiba. Tiba-tiba suara HP ku berdering, cepat ku angkat. Dan itu dari nomor yang semalam memberitahu keadaan tentang Ammi. Ada perasaan lega bisa mendengar suara ditelepon itu. Lalu aku bertanya, apa yang tengah terjadi dengan Ammi. Dan Ibu Ammi hanya berkata, “Kamu kesini dulu aja yah Nak, Ibu tak bisa menjelaskan lewat telpon, Nak. Ini menyangkut Hidup Ammi” ucapnya. Aku semakin penasaran, dan bingung.
Kembali malam itu aku gelisah. Kuketuk pintu kamar mamah. Lalu dengan tenang aku menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Aku berkata bahwa Ammi sedang sakit, dan sepertinya dia ingin bertemu denganku. Setelah mendengarkan ceritaku, mamah pun jadi ikut sedih, karena Ammi sudah dianggap seperti anaknya sendiri. Ammi adalah temanku sejakmkecil. Dari TK, SD, SMP, kami selalu bersama. Namun, karena aku pindah rumah, aku pun lost contact dengannya. Entah darimana mereka menemukan nomorku, aku tidak peduli.
Dua hari kemudian, setelah aku selesai UTS, aku pun minta izin untuk pergi kerumah sakit. Dan mamah pun mengijinkan ku. Dan aku pun berangkat dengan hati yang masih gelisah dan takut akan melihat sesuatu yang mungkin akan membuatku menangis. Ya Allah, apapun yang terjadi, mudah-mudahan itu menjawab semua kegelisahan ku. Doaku dalam hati.
Tepat jam satu siang, aku sampai didepan Rumah Sakit ini. Dan hatiku berdegup kencang, saat akan memasuki tempat ini. Aku mencoba menghela nafas perlahan-lahan dan mengeluarkannya. Dengan perlahan, aku mengucap Bismillah .
Saat aku bertanya pada resepsionis, dimana ruangan melati. Tiba-tiba sudah ada yang menungguku. Dia salah satu teman SMP ku. Dia adalah Fina. Dia terlihat murung dan pucat. Fina, tidak banyak bicara, dia hanya menuntunku untuk mengikutinya. Dan saat sampai didepan ruangan itu, sudah banyak teman-teman SMP ku disana, namun mereka semua terlihat begitu sedih. Sebenarnya ada apa?
“Sebenarnya ada apa, Fi? Kenapa Ibu nya Ammi menyuruhku datang kesini? Apa ada yang penting?” tanyaku. Setelah lama berdiam. Fina menelan ludah. Ia hanya mampu menatap pelan wajah orang-orang yang berada di sekelilingnya. Lagi-lagi Fina diam, lalu dalam tersenyum pahit.
“Kamu duduk dulu saja yah?! Capek kan? Tunggu Ibu Ammi saja dulu yah.” jawabnya.
“Nggak. Aku ingin tahu secepatnya apa yang terjadi. ” potongku “Sungguh hati ini lelah ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi sama Ammi. Jawab kenapa, Fi? ” ucapku kemudian
Semua orang menunduk, membuatku semakin bingung.
“Okeyyy. Aku akan memberitahukanmu. Namun, kamu jangan kaget yah.” jemariku mengepal erat. Dadaku berdebar kencang, dan keningku mengkerut menanti bibir Fina terbuka.
“Ini memang menyangkut Ammi, Rie.” ucapnya. Dadaku semakin bergemuruh hebat. Jantung seolah hendak copot mendengar nama “Ammi” disebut oleh Fina.
“Ammi sudah 2 bualan berada dirumah sakit, dan sekarang dia dalam keadaan koma." ucap Fina lagi. Air mata tak mampu kubendung. Aku menunduk, nataku berkaca-kaca, lalu mengisak dan jatuh terduduk. Tiada kuduga sama sekali masalah ini akan timbul dalam hidupku.
Ammi,,, Fii? Sebuah kalimat yang terucap bergetar dari bibirku. Kini, nama itu seolah hadir dalam denyutan jantungku. Menghentak-hentak ruang jiwaku. Kembali aku menggeleng pelan, bibirku bergetar, air mata terus mengalir. Aku tak percaya pada mimpi yang kini mencoba untuk memaksa hadir dalam jiwa dan nyata di kehidupanku.
Salah satu temanku menyeka air mata yang deras mengalir. Ia memelukku, memberikan dukungan, serta berbagi airmata, dalam suka dan duka. Ia mengangguk pelan seolah ia mengiyakan ucapan Fina. Kami semua menunduk, hening. Hanya sesekali terdengar isak tangis. Entahlah, aku sendiri tak tahu apa yang tengah melanda jiwaku saat itu. Bahagiakah? Atau justru aku menangis sedih karena saat aku bertemu kembali dengan sahabat kecilku, yang selalu melindungiku dan selalu mengajarkan ku untuk menjadi perpempuan yang kuat. Malah sedang berbaring lemah di Rumah sakit. Mengapa? Mengapa setelah sekian lama tidak bertemu dan sedikitpun tidak tau kabarnya, kenapa terjadi seperti ini? jeritku dalam dada.
Ya Allah, berikan aku kekuatan. Lindungilah dia dalam setiap doa orang-orang yang menyayanginya. Aku yakin, engkau akan selalu bersamanya dan memberinya kekuatan. Terima kasih ya Allah……” doaku, sambil memeluk erat tubuh temanku.
Beberapa jam kemudian, Ibunya Ammi pun datang. Dan beliau hanya memelukku erat-erat sambil berlinang air mata yang tidak mampu kubendung lagi. Aku pun mencoba untuk menenangkannya dan memberinya semangat.
Malam pun datang, dan sepertinya aku akan menginap disini dengan teman-temanku dan juga Ibunda Ammi. Saat itu pun, aku ingin melihat Ammi yang sedang tertidur di tempat tidur yang kecil dan dalam tubuhnya harus menempel sebuah infusan yang menyakitkan tubuhnya. Aku hanya menunduk, dan seketika sakit didadaku muncul dan menyebabkan air mata ini turun kembali.
Saat pagi tiba, terdengar suara gumuruh didekat kami. Aku ingin terbangun, namun mata ini terasa perih dan susah sekali untuk terbuka. Lalu ada seseorang yang memukul badanku untuk membangunkan ku. Aku pun terlonjak kaget, dan segera bangun. Saat bangun, sudah ada dokter yang keluar dari ruangan Ammi, dan didepan pintu pun sedah terlihat ramai. Aku pun terdiam, dan seketika badan ini terasa lemas dan ingin sekali kalau ini hanya mimpi.
“Rieha,…..” panggil Ibunda Ammi, raut mukanya memperlihatkan kesedihan yang mendalam. Ia menyuruhku untuk menggenggam tangan Ammi, dan berbicara pada Ammi layaknya berbicara dengan orang biasa. Sambil terisak. Aku meraih tangan yang begitu dingin dan pucat. Lidah ku tak dapat berbicara, dan hanya ingin menggegamkan tanganku erat-erat padanya.
"Ammi,, inget sama suara ku kan? Rieha ada disini. Ammi bangun, kalau nggak, buka mata atau menggerakan tangan Ammi. Biar Rieha tau, kalau Ammi baik-baik aja, dan biar kita semua tau, kalau Ammi kuat sama penyakit Ammi." ucapku sambil menangis tanpa henti. Aku tidak tau ingin berkata apa-apa lagi, aku hanya ingin memegangnya. Dan menjaganya sampai dia tersadar kembali.
Satu jam lamanya aku memegang tangannya, dan tanpa tersadar, tiba-tiba tangan itu sedikit bergerak. Dan aku berlonjak kaget dan sedikit gembira. Semuanya langsung berdiri dan ingin melihatnya. Namun, hanya sebentar saja itu terjadi. Tapi, itu semua adalah keajaiban dan mudah-mudahan, itu tanda baik dari Allah. Amin ....
Seketika, seorang dokter masuk ke ruangan itu. Dan menyuruh kami untuk keluar semua. Kami pun mengikuti printahnya. Dan aku pun melepaskan tanganku dari tangan Ammi. Namu terlihat sangat berat untuk melakukan itu dan hati ku merasa, aku tidak akan bisa menggenggam tangan itu lagi. Ya Allah,…beri daku kekuatan
Setelah penantian panjang yang melelahkan, akhirnya dokterpun keluar. Dia memasang wajah yang tidak begitu menyenangkan. Dia mengucap kata perlahan " Maaf, saya tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Semua sudah Kehendak yang di Atas. Maafkan saya. " Ucap dokter itu pada Ibunda Ammi.
Ibunda Ammi memeluk ku dan tubuhnya tergulai lemas mendengar kata-kata dokter itu. Dan Aku,,, aku hanya terhenyak, dan berharap ini mimpi. Aku tidak percaya, aku tidak ingin pertemuan seperti ini. Aku tidak berharap bertemunya, kalau seperti ini. Aku benar-benar tidak ingin sebuah pertemuan yang terakhir.
“Am,, mmi.......! Bangun Amm, jangan becanda? Aku sama sekali belum liat kamu yang dulu, aku pingin kamu bangun, dan kamu bilang "Rieha kena tipi". Bangun Amm, jangan kaya gini.” Kuberanikan diri menyentuhnya, menyentuh tangannya, mukanya, namun Ammi tetap diam. Ingin aku memeluknya, mengatakan padanya, bahwa aku telah datang, seperti yang dia mau.
“Ammi,….! Rieha datang.” bisikku, terbata memanggil namanya. Namun, Ammi masih saja diam. Aku menunduk dalam duka.
“Ya Allah, kenapa kau temukan kami dalam pertemuan yang seperti ini. Kenapa? aku mohon, izinkan kami untuk kembali bersahabat seperti dulu. Aku sangat memohon Ya Allah...
Ditutupnya wajah Ammi dengan selimut putih dan tatapan mata itu hilang seketika. Tidak ada ucapan, atau sepatah kata yang keluar. Aku hanya memegang tangannya, dan melihatnya seperti itu. Menatap itu semua, tiba-tiba pandanganku gelap seketika.
Di sini, diatas makam Ammi, kembali aku terduduk sepi, sendiri.
“Ammi, maaf untuk semua kesalahan ku dan maaf untuk kedatangan yang terlambat ini. Semoga engkau tenang di sana, dan aku akan selalu mendoakanmu, agar Allah memberimu tempat yang layak di sisiNya.
Tg, 15/11/2007
Cerita ini, aku tulus dengan sepenuh hati dan permohonan maaf ku untuknya.
Best Friend Forever^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar